INILAHCOM, Cibinong - Siapapun tak dibenarkan melakukan intervensi terhadap proses peradilan. Tindakan intervensi ini bisa dalam bentuk surat atau pengerahan massa yang tujuannya untuk memengaruhi keputusan hakim dan mengganggu langkah penindakan oleh polisi dan penuntutan oleh jaksa.
"Negara kita ini Negara hukum, bukan Negara kekuasaan. Jadi semua pihak harus menghormati dan menjujung tinggi penegakkan hukum," kata pengamat hukum Herly H Moenara SH kepada di Cibinong, Minggu (23/9/2018)
Pernyataan Herly ini terkait dengan beredarnya kabar bahwa Capres Prabowo Subianto berkirim surat ke PN Cibinong terkait proses peradilan yang tengah dijalani Kepala Desa Bojong Koneng H Agus Syamsuddin SE dan Nurdin, warga yang didakwa menyerobot tanah milik pihak lain.
Sebelumnya Bupati Bogor Hj Nurhayanti MSi juga berkirim surat serupa kepada pihak Jaksa Penuntut Umum dan Pengadilan yang isinya meminta agar jaksa menangguhkan penahanan atas diri Agus Syamsuddin. Namun permintaan Bupati yang bersifat interventif ini ditolak jaksa penuntut umum.
Herly mengaku belum mendapat bukti adanya surat dari Prabowo kepada PN Cibinong yang meminta penangguhan penahanan atas Kades Bojong Koneng Agus Syamsuddin. Namun Herly menyatakan tak percaya jika Prabowo melakukan tindakan seperti itu.
"Pak Prabowo itu kan orang pintar dan tahu persis sistem hukum di negeriini. Saya menduga nama Pak Prabowo dicatut oleh pihak-pihak tertentu yang merasa terganggu atas diadilinya Kades Bgong Koneng," kata pengacara muda ini.
Kalau pun benar Prabowo mengirim surat ke PN Cibinong terkait penangguhan penahanan, Herly menduga ada mis-informasi. "Tapi itu sangat kecil kemungkinannya. Karena tindakannya itu akan berbahaya dan merugikan bagi pencapresannya beliau, bisa-bisa digoreng sama pihak lawan politiknya," kata Herly. "Secara yuridis formal, hukum acara, boleh-boleh saja Pak Prabowo meminta penangguhan penahanan. Tapi, apa urgensinya bagi beliau?".
Menurut Herly, terkuaknya kasus penyerobotan tanah dan pemalsuan dokumen tanah di kawasan Bojong Koneng Sentul ini akan berimplikasi luas. Paling tidak hal ini akan menjadi pintu masuk bagi penyelidikan adanya praktik mafia tanah yang sudah puluhan tahun berlangsung di kawasan Jabodetabek, terutama di Kabupaten Bogor.
"Karena ini, saya berharap agar Pak Prabowo atau siapapun hendaknya berhati-hati dalam menyikapi kasus pertanahan di kawasan ini. Jangan sampai masuk dalam perangkap dan permainan mafia tanah yang semakin lihai," ujarnya.
Mengenai unjuk rasa yang warga terkait keinginan mereka membebaskan Kades Agus Syamsuddin dari proses peradilan dan jeratan hukum, Herly juga menilai bahwa aksi massa semacam ini merupakan pressure (tekanan) terhadap proses peradilan yang bersangkutan. Ini, kata Herly, merupakan bentuk lain dari upaya mempengaruhi keputusan hakim di PN Cibinong. Langkah ini juga bisa mengganggu proses peradilan. "Sebaiknya semua pihak menghormati proses peradilan demi tegaknya hukum di negeriini," katanya.
Seperti diketahui, saat ini PN Cibinong tengah menyidangkan kasus dugaan penyerobotan tanah dan pemalsuan dokumen tanah dengan terdakwa Kepala Desa Bojong Koneng Agus Syamsuddin dan Nurdin, warga Jonggol yang dituduh melakukan penyerobotan tanah di kawasan Sentul. Senin (24/9/2018) hari ini, merupakan sidang lanjutan kasus tersebut, dengan agenda putusan sela.
Kades Bojong Koneng Agus Syamsuddin dan Nurdin, warga Jonggol diajukan ke pengadilan dalam kasus penyerobotan dan pemalsuan dokumen tanah. Sebelumnya, kasus ini gencar ditangani Polres Bogor. Setelah ditangani selama dua tahun lebih, akhirnya berkat kegigihan Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Beni Cahya di SIK, kasus yang sudah menahun itu, berhasil diungkap secara cepat. Beni berhasil menemukan bukti-bukti hukum yang sangat meyakinkan.
Berdasarkan bukti-bukti hukum yang sangat meyakinkan itu, pihak kepolisian menetapkan Nurdin, warga Jonggol, sebagai tersangka. Nurdin disangka telah melanggar Pasal 385 KUH Pidana. Nurdin juga menempatkan keterangan palsu di dalam akta otentik, dan memalsukan surat kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 dan263 KUH Pidana.
Nurdin diduga telah menjual tanah yang diklaim sebagai warisan dari orang tuanya, kepada orang bernama TM sebagai korban. Dalam proses jual beli tersebut, ternyata tanah tersebut milik pihak lain, bahkan sudah bersertifikat. Transaksi illegal ini baru terungkap ketika TM sebagai pembeli mengurus sertifikasi atas tanah tersebut. Namun karena tanah yang dibelinya itu tidak memiliki dokumen yang legal, TM menemui jalan buntu.
Karena merasa sudah membeli dan ingin tetap memiliki tanah yang dibeli dari Nurdin itu, TM melakukan gugatan Perdata di Pengadilan Negeri Cibinong melawan pemilik yang sah. Proses hukum tersebut diputus sampai di tingkat banding sebagaimana dalam Putusan PengadilanTinggi Bandung No 573/PDT/2016/PT BDG yang memenangkan Pemilik Tanah yang sah.
Let's block ads! (Why?)
from Inilah.com - Metropolitan kalo berita gak lengkap buka link disamping https://ift.tt/2NvU6bD